FAKTOR INTERPERSONAL DAN EMOSIONAL (BAB 8 THE PSHYCOLOGY OF LEARNING MATHEMATICS Terjemahan Buku Richard Skemp) | MATEMATIKA

CARI

FAKTOR INTERPERSONAL DAN EMOSIONAL (BAB 8 THE PSHYCOLOGY OF LEARNING MATHEMATICS Terjemahan Buku Richard Skemp)



Hal yang paling utama dalam buku The Pshycology of Learning Mathematics yaitu membahas tentang bagaimana belajar matematika dengan pemahaman, tidak sekedar pengajaran. Tentu saja hal itu akan memberi manfaat pada tahap berikutnya. Tetapi sebagian besar dari kita cenderung memiliki sikap yang sama yang mereka peroleh dari sekolah. Oleh sebab itu perlu diuji apakah yang dipelajari itu masih relevan atau tidak. Bagi mereka yang tidak menyukai matematika, putus asa terhadap matematika, akan ditunjukkan bahwa hal itu bukan kesalahan pemahaman tersebut bukan karena mereka sendiri. Tanggapan ini mungkin menjadi salah satu faktor yang tepat utntuk masalah non matematika yang mereka temui. Dan bagi mereka yang mangingat matematika di sekolah, akan menyadari minat dan keberuntungan mereka karena tidak melakukan kesalahan sebelumnya. Pada bab sebelumnya, khususnya bab 2 dan bab 3,  penekanan permasalahan matematika pada ketergantungan siswa terhadap pengajaran yang baik, pada tahap awal dan mungkin akan membentuk mental siswa kedepannya.
Sebelum memulai proses pembelajaran, seorang guru mempunyai dua tugas yang penting, yaitu :
1.        Menganalisa konsep materi yang akan disajikan
2.        Merencanakan dengan hati-hati skema yang akan dikembangkan, dengan perhatian khusus ke tahap dimana restrukturisasi skema akan dibutuhkan.
Ketika proses belajar mengajar berlangsung, guru bertanggung jawab untuk :
  1. Membimbing siswa dalam belajar
  2. Menjelaskan dan mengoreksi kesalahan
  3. Memberikan variasi pengayaan
  4. Membangkitkan dan mempertahankan minat dan motivasi siswa.
Dalam pembahasan ini istilah “guru” dibatasi pada guru yang mengajar secara langsung (atau mungkin tutor korespondensi) yang secara langsung dan terus menerus berkomunikasi dengan siswa. Dalam bab ini kita akan fokus pada interaksi antara guru dan siswa, serta cara  yang digunakan dapat berdampak pada pembelajaran matematika berdasar pada pemahaman.

 Kriteria Kebenaran dalam Matematika
Matematika umumnya berhubungan dengan ilmu-ilmu alam; sedikit berhubungan dengan bahasa-bahasa, dan mata pelajaran seperti sejarah, dan kesusasteraan Inggris. Matematika berbeda dengan semua pelajaran itu, namun semua pelajaran itu sama pentingnya dengan matematika. Di dalam ilmu pengetahuan alam, kriteria utama dari kebenaran suatu pernyataan atau bagian dari suatu pekerjaan adalah dengan eksperimen. Memang, tidak semua eksperimen akan dilakukan atau dibuktikan oleh siswa. Tetapi pada prinsipnya, jika mereka bersedia menerima dengan niat baik bahwa hasil peristiwa-peristiwa tertentu diatur oleh kondisi-kondisi tertentu, dan terutama jika mereka memiliki skema dasar berdasarkan pada eksperimen dan pengamatan mereka sendiri, siswa ilmu alam akan mengembangkan pengetahuan mereka dalam situasi dalam diri di mana pertimbangan utama adalah fakta, bukan kepada kewenangan guru.
Hal ini berbeda dengan pelajaran lain, misalnya bahasa Latin, dimana ketepatan dari sepenggal terjemahan diputuskan pada kewenangan/wibawa guru; atau bahasa Inggris, di mana penentuan akhir baik buruknya suatu karangan terletak pada wewenang guru (atau pengoreksi). Pada contoh sebelumnya, pendapat guru itu bisa didukung oleh catatan hariannya; tetapi hal ini juga didasarkan pada wewenang, bukan eksperimen. Akibatnya tidak ada pertimbangan yang berlaku; kecuali mungkin untuk guru yang lain-suatu pendapat kedua-bukan suatu verifikasi objektif.
Di manakah kedudukan matematika dalam hal ini? Pertanyaan ini penting karena tidak ada yang benar-benar menyukai jika diberitahu bahwa dia salah,  atau kurang bagus. Tetapi seorang siswa mungkin akan menerima hal ini lebih mudah jika dia diberikan bukti yang lebih baik dibanding ‘karena saya mengatakan demikian’. Jadi apa (atau seharusnya) kriteria kebenaran dari ilmu matematika; apakah penyelesaian suatu persamaan atau bukti dari suatu teorema, atau jawaban atas suatu masalah di dalam mekanika?
Tentunya didalam matematika murni, pertimbangan utama bukanlah pada eksperimen (dengan percobaan laboratorium apa dapat membuktikan bahwa akar pangkat dua dari -1 adalah bukan bilangan real?), lalu apa kaitannya dengan wewenang guru. (jika seorang siswa menjawab tidak tepat hendaknya guru meminta siswa tersebut  untuk mengecek lagi apakah pekerjaannya sudah benar atau belum?). Kriteria akhir matematika adalah konsistensi. Ini mungkin dalam bagian tertentu dari matematika, solusi untuk persamaan harus memenuhi persamaan dalam bentuk aslinya, dan jika siswa menawarkan solusi yang salah, hendaklah guru yang baik meminta mengoreksi kembali pekerjaannya. konsistensi dengan sistem matematika yang memiliki bagian yang luas. Konsistensi ini muncul sebagai suatu kesepakatan antara ahli matematika yang satu dan yang lain, dan antara guru dan siswanya. Yang menarik, dan agak mengejutkan, hal ini adalah kesepakatan tingkat tinggi yang dapat dicapai sebagai suatu dasar.
Selanjutnya, kriteria ini mengacu pada dapat diterimanya suatu kesepakatan yang mengatur hubungan antara guru dengan siswa. Jika seorang guru membuat kesalahan ketika mengerjakan di papan tulis, dan seorang siswa mengetahui hal itu, guru tidak memiliki pilihan lain kecuali meralatnya. Guru tunduk pada aturan yang sama seperti siswanya, dan tidak ada aturan-aturan hirarki kewenangan tetapi aturan dari suatu struktur konsep-konsep secara bersama-sama. Dalam matematika mungkin lebih pelajaran lain, proses belajar tergantung pada kesepakatan dan kesepakatan itu merupakan alas an yang murni.

Pencideraan Terhadap Kecerdasan
Para siswa tidak perlu menerima apapun yang tidak sesuai dengan kepandaiannya, idealnya ia mempunyai suatu hak untuk menolak. Dan itu melalui kemampuan seorang guru, dan bukan oleh gengsinya, kepandaian bicara, ataupun kesewenang-wenangan, yang mengharuskan siswa untuk setuju dengan perkataan guru. Pengajaran dan pembelajaran matematika haruslah menjadi satu interaksi antara kecerdasan-kecerdasan yang dimiliki guru dan siswa, saling menghormati satu sama lain. Para siswa menghormati kemampuan yang dimiliki guru, dan berharap pengetahuannya sendiri menjadi lebih luas.
Andaikata sekarang yang dia temui bukanlah materi yang dapat dimengerti sama sekali, tetapi satu rangkaian aturan-aturan yang tidak berarti misalnya bahwa siswa harus, memecahkan satu persamaan,  ‘Cari semua x di satu ruas dan semua kostanta di ruas lain dengan cara mengubah tanda’ (lihat halaman 86). Petunjuk semacam ini boleh secara wajar digambarkan sebagai suatu rangkaian dari pencideraan terhadap kecerdasan karena pada dasarnya guru mengerti alasan suatu aturan itu, tetapi tidak selalu disampaikan kepada siswa.
Pada konteks ini istilah ‘pencideraan’ digunakan dalam pengertian sehari-hari dan di dalam pengertian kedokteran berarti melukai makhluk yang hidup. Mencoba memahami sesuatu yang meliputi bantuan skema seseorang. Untuk menjelaskan bahwa yang dikomunikasikan tidak dapat dimengerti, penerima berusaha untuk menampung skema-skemanya menghasilkan hal yang tidak berarti. Usaha ini sama artinya dengan merusak skema-skema, dimana pikiran diibaratkan sebagai tubuh yang terluka.
Dalam hal ini seseorang dapat melihat mengapa beberapa siswa mendapatkan bukan hanya kekurangantusiasan terhadap matematika, walaupun menunjukkan perubahan yang positif. Selanjutnya mereka yang berada dalam keadaan ini, cukup benar melakukan hal itu, karena salah satu tingkat pemikiran mereka yang lebih tinggi, yaitu kecerdasan mereka yang berkembang terbuka dengan pengaruh yang buruk. Seorang guru bukan dimaksudkan suatu hal yang buruk, namun tindakannya yang mengabaikan, proses berpikir siswa. Dan sama saja terhadap siswa yang tingkat kecerdasan lebih, terkejut pada kumpulan aturan tanpa alasan yang tidak tertata yang sering mengatur suatu pengajaran matematika. Mereka menyadari bahwa mereka tidak dapat memperoleh makna dari apa yang disajikan kepada mereka, tapi tidak menyadari bahwa kesalahan bukan berasal dari mereka. Bentuk penyajian yang diberikan kepada mereka tak bermakna, atau mereka tidak diberikan ide-ide prasyarat tertentu yang dibutuhkan dalam memahami materi baru.

Aturan-aturan Tanpa Alasan
Pengajaran seperti di atas diibaratkan seseorang belajar mengemudi diberitahu apa yang setiap kali mereka ingin beristirahat mereka harus menekan pedal kopling serta rem, tanpa pernah diberitahu apa fungsi dari pedal kopling. "Mengapa ? "mereka bertanya. "Jika Anda tidak melakukan, mesin akan berhenti". "Kenapa?" "itu akan terjadi". Alasan pertama terdengar sejauh itu pergi, tetapi untuk menjawab kedua "mengapa?", Dua fakta dasar diperlukan. Pertama, bahwa mesin pembakaran internal tidak akan berjalan, seperti motor listrik atau mesin uap, mulai dari beristirahat di bawah beban. Ia memiliki kecepatan operasional minimum. Kedua, bahwa untuk memungkinkan mesin untuk terus berjalan secara independen dari kotak gear dan roda jalan, alat yang disebut kopling dipasang yang memungkinkan mesin untuk dihubungkan ke dan akan terputus dari kotak gear.
Untuk membagi dengan 2/3 , anda mengalikan dengan 3/2 ,’Mengapa?’ Pembaca dipersilahkan untuk mengingat apakah ia pernah diberi suatu alasan yang baik untuk menjawab hal ini; atau kemungkinan lain untuk mencari satu penjelasan dari anak sekolah yang usianya sesuai, untuk menemukan apakah ia sudah menerima alasan yang baik untuk masalah yang dimaksud.
Beberapa contoh soal matematika dapat diberikan pada anak sekolah dasar sampai jenjang yang lebih tinggi. Pembaca mungkin masih ingat cara menyelesaikan persamaan-persamaan dengan beberapa metode berikut dan sebuah buku teks yang masih memperkenalkan penyelesaian dari persamaan sederhana dengan kata-kata: ’Kita menggunakan aturan bahwa ketika kita berpindah ruas kita mengubah tanda’.

Untuk menyelesaikan persamaan ini pertama kali kumpulkan x dalam satu ruas (dikiri) dengan mengubah tanda dari x
                                                            6x – 3              =  7 + x
6x – x – 3        =  7
Selanjutnya pindahkan (-3) keruas kanan dengan merubah tandanya
                                                            6x – x              =  7 + 3
Sederhanakan kedua ruas dan membaginya dengan 5 pada kedua ruas tersebut

5x                    =  10

x                      = 10 : 5
 Jawabannya adalah x = 2

            Jika yang diinginkan,  agar siswa mampu menyelesaikan persamaan-persamaan jenis ini dengan cepat dan efisien, maka metode seperti itu cukup memadai. Akan tetapi, jika ada hal lain yang diperlukan untuk memahami hasil pekerjaan seseorang, maka metode ini tidak cukup. Dan pemahaman ini tidak sekedar kebanggaan untuk membuat tugas lebih menyenangkan melainkan suatu keperluan agar mampu menyesuaikan pengetahuannya dengan situasi-situasi baru. Bab 3 (halaman 30) telah diperkenalkan untuk membuat hanya titik ini. Dalam contoh itu, ide-ide yang diperlukan untuk mengubah aturan tanpa alasan menjadi informasi yang dapat diasimilasikan oleh kecerdasan hanya sedikit dan sederhana. Dalam kasus persamaan, skema awal membutuhkan waktu lebih lama untuk membangun pemahaman.

Dua Macam Wewenang
Dalam mengembangkan pengetahuan, ide-ide prasyarat yang diperlukan untuk pemahaman tidak harus tersedia pada siswa, apapun yang dikomunikasikan hanya merupakan hal yang biasa dalam bentuk pernyataan, dan hal ini tidak akan diperlukan untuk pertumbuhan kecerdasan. Penerimaan dari suatu pernyataan-pernyataan bergantung pada penerimaan dari wewenang guru itu, dan dilakukan berdasarkan sifat yang sesuai dengan pemahaman tersebut. Jelasnya, asimilasi dari materi yang bermakna, tergantung pada kemampuan penerimaan kecerdasan siswa. kegiatan-kegiatan tersebut akan menghasilkan konsolidasi dan perluasan skema siswa.
Istilah wewenang dalam konteks ini bersifat umum, seperti seseorang yang harus dihormati dan ditaati berdasarkan status dan fungsinya. Akan tetapi wewenag juga bisa muncul karena pengetahuan yang tinggi dan ini jenis wewenang dari seorang guru. Akan tetapi di sekolah-sekolah (dimana kita pertama dan terakhir kali belajar matematika), ada kebimbangan dan konflik antara dua macam wewenang ini.
Jenis yang pertama erat hubungannya dengan penegakan dan pemeliharaan disiplin, mengatur tingkah laku dan kepatuhan pada instruksi-instruksi guru. Ini merupakan jenis disiplin yang sama diterapkan pada militer namun masih lebih ringan. Meskipun begitu kita juga perlu membahas juga tentang disiplin-disiplin dari matematika, ilmu kimia, filsafat dan lain-lain. Jika siswa mau diajak guru berkumpul untuk belajar, maka diharapkan hal ini merupakan kemauannya sendiri karena mereka ingin belajar dari guru.
Seorang guru sekolah harus berlatih kedua jenis wewenang tersebut, dan mempromosikan kedua disiplin itu. Jika gagal untuk mengendalikan para siswanya, yang mungkin tidak masuk sekolah atas keinginan mereka sendiri, maka ia hanya mempunyai sedikit kesempatan untuk mengajar mereka. Namun pada dasarnya dua peranan ini tidak hanya berbeda, tetapi juga bertentangan. Dalam keadaan tertentu, kedua peranan ini biasanya dipisah. Pada suatu pertemuan masyarakat terpelajar, wewenang pertama yang perlu dilatih oleh pimpinan rapat untuk mengatur jalannya rapat, seperti menunjuk siapa yang harus berbicara, mengontrol agar pertemuan berjalan lancar. Tidak tepat bagi siapapun untuk beraksi menentang wewenang pimpinan rapat, tetapi sebaliknya juga setiap peserta mempunyai hak yang sama untuk bertanya dan membicarakan ucapan pembicara sesuai kenyataan yang ada.
Kombinasi kedua fungsi ini dalam diri seseorang diperlukan walaupun beberapa orang memandang kuno jika siswa sebaiknya menerima peranan pengawasan guru, sedangkan untuk belajar memahami suatu pokok persoalan dilakukan dengan mengembangkan pertanyaan-pertanyaan dan diskusi antara siswa dengan siswa dan antar siswa dengan guru. Biasanya suatu pemenuhan yang berdasarkan modus vivendi dicapai, dimana siswa belajar seberapa jauh guru dalam peranan pertamanya, membolehkan bahkan mendorong mereka untuk mengekspresikan rasa tidak setuju pada peranan yang kedua.
Masalah-masalah rumit yang berperanan khusus dalam matematika diberikan terlebih dahulu: yaitu untuk keseluruhan materi, pengajaran dan pembelajaran didasarkan pada alasan dan kesepakatan. Situasi menjadi kurang baik jika guru tidak berhati-hati dalam memberikan alasan yang tepat, karena (barangkali merupakan kesalahan yang tidak disengaja) tidak mengetahui hal tersebut. Kemudian (karena kurang analisa konsep yang memadai) ia tidak mengembangkan skema-skema yang dimiliki siswa dengan cara tertentu sehingga materi yang diperoleh tidak didasarkan pada alasan tepat. Didalam kondisi seperti ini, belajar yang didasarkan pada pemahaman akan macet, dan digantikan dengan belajar yang didasarkan pada keteraturan dan kepatuhan.

Manfaat Diskusi
Selama ini kalau kita perhatikan pembelajaran terpusat pada guru. Tetapi diskusi dengan kawan sekolah dapat menjadi kontribusi penting dalam belajar. Semata-mata sebagai tindakan berkomunikasi dengan cara mengungkapkan gagasan (ide) dapat membantu mereka dalam mengungkapkan pendapat sehingga menjadi lebih jelas, “setiap  masalah dapat diungkap untuk dipecahkan”, dan kita mendapat kesempatan diskusi dengan teman  sehingga diperoleh suatu solusi (penyelesaian).
Aku menemui seorang guru yang ketika diskusi menggunakan suatu teknik yang menarik. Ada seorang siswa yang membuat pernyataan salah dan yang lain diminta untuk menanggapi dan menjelaskan tentang pernyataan tersebut. Selanjutnya guru ini meminta kepada siswa lain untuk membuat kesimpulan sebagai pertimbangan dari semua pernyataan. Hasil umum yang didapat adalah bahwa siswa dapat mengerti (mengoreksi) kesalahannya, setelah mendapat beberapa tanggapan (pernyataan) dari teman di kelas tersebut maka mereka telah mempelajari sesuatu yang baru.
Tetapi ada juga diskusi yang disertai perdebatan keras, adanya faktor lain yang menghubungkan gagasan satu dengan gagasan lain. Kedua cara diskusi di atas menuntut penyelesaian yang berbeda. Yang pertama memerlukan kemampuan didalam sudut pandang yang berbeda antara diri sendiri dan siswa, (untuk melihat berbagai hal dari segi pandangannya), diperlukan dalam rangka mengetahui penjelasan dan menghilangkan perbedaan.
Diskusi juga melahirkan gagasan baru, satu faktor sebagai penyatuan gagasan, sebagai contoh ada suatu teka-teki dimana potongan benda dibagi-bagikan antar beberapa orang dan masing-masing tidak bisa melihat punya yang lain. Masing-masing bagian jika disatukan akan bisa menjelaskan atau menjawab  teka-teki tersebut. Masalah ini akan menjadi rumit jika masing-masing orang tetap memegang bagiannya sendiri, tetapi dengan memperlihatkan potongan-potongan itu pada suatu meja dimana semua orang dapat melihat semua potongan maka mereka bisa bekerja sama untuk menyelesaikannya menjadi satu kesatuan yang berarti.
Manfaat lain dari diskusi adalah melatih tumbuhnya gagasan. Ketika mendengarkan orang lain membaca akan bisa membantu mencetuskan gagasan baru yang tidak bisa dikemukakan oleh orang lain  sebelum ada komunikasi dengan mereka. Sehingga dengan diskusi terjalin interaksi kreatif yang baik dan menyenangkan. Dalam diskusi, yang kreatif dan efektif  terdiri dari dua atau paling banyak tiga orang, ketika seorang teman  yang mengemukakan pendapat maka yang lain diminta diam (mendengarkan), sehingga akan muncul suatu gagasan baru yang baik.

Sikap-Sikap Dalam Diskusi Kelompok
Manfaat dari diskusi ini sangat bergantung pada hubungan pribadi yang baik antar anggota kelompok. Tentunya harus disepakati bersama untuk semua anggota, seperti hak untuk berbicara, mendengar, memberikan pertimbangan terhadap pendapat orang lain. Hal ini sangat penting dalam membentuk diskusi yang teratur dan terarah. Jika dijumpai anggota kelompok yang kurang disukai maka kemungkinan untuk berbagi ide tidak akan terjadi. Kita tidak akan mungkin bergaul lebih akrab atau memperhatikan sesuatu dari sudut pandangnya.
Suatu kesalahan yang sering muncul dalam diskusi kelompok adalah mencoba memaksakan kelompok menyesuaikan diri dengan cara berpikir kita atau mengisolasi diri dari teman-teman lain dalam kelompok tersebut.
Ini tidak berarti bahwa anggota kelompok harus setuju dengan semua ide yang muncul. Setiap anggota kelompok boleh tidak setuju untuk mengadakan diskusi berdasarkan alasan yang masuk akal, dan tidak bereaksi secara berlebihan terhadap pendapat dari teman kelompoknya. Pada akhirnya, setiap anggota kelompok harus setuju dengan hasil akhir diskusi.

Guru Sebagai Pemimpin suatu Kelompok
Sikap yang menggambarkan kedewasaan seseorang digambarkan sebagaimana yang diuraikan diatas, setiap anggota belum tentu bisa bersikap demikian. Kemungkinan terjadi anggota dalam kelompok bisa kurang kreatif, agak bersifat merusak, bahkan kadang-kadang lebih daripada anggota mereka sehingga bersikap individualis.
Dalam kegiatan kelompok, terdapat beberapa hal yang belum  diketahui sepenuhnya diantaranya 2 (dua)  faktor  yang  menurut  Freud  adalah  faktor ukuran dan kepemimpinan
1.        Ukuran
       Berdasarkan pengalaman, kelompok yang  baik  adalah  kelompok  kecil yang  terdiri atas 2 sampai 5 atau 6 orang. Walaupun umumnya  30  sampai  40 merupakan  jumlah  kecil  untuk  suatu  kelas,  terdapat  pula  kecenderungan khususnya di sekolah dasar untuk bekerja secara individu atau bekerja dalam kelompok-kelompok kecil.
       Dalam pengajaran tradisional, digunakan kelas yang  agak  besar,  yang memungkinkan seorang guru bersikap otoriter. Jika dia tidak  membentak  dan memberi perintah,  dia  sulit  menjalankan  fungsinya  sebagai  komunikator pengetahuan. Akan tetapi pada  dasarnya  kedua  peranan  ini  bertentangan, sebagaimana dijelaskan sebelumnya.
2.        Kepemimpinan
Idealnya seorang guru  yang  baik  harus bertindak sebagai berikut:
a)    Berperan  seperti  seorang major dalam militer dan konduktor dari sebuah orkestra, yang sangat  bergati-hati  dalam memainkan  peranannya. 
Untuk  menggabungkan  kedua  peranan   ini   dengan kemampuan akademis merupakan persoalan besar. Untuk meperlancar kegiatan belajar mengajar,
b)   Mampu mengontrol kelas dan harus berperan dengan baik. Kemampuam guru tersebut dalam memimpin (mengatur) kelompoknya difungsikan pada tingkat intuitif dan tidak pada tingkat reflektif.. Jika dalam pengajaran  seorang siswa memberikan jawaban yang salah, guru menulis jawaban tersebut di papan tulis dan dengan mengajukan pertanyaan khusus yang mengarahkan seluruh siswa  (kelas)  untuk mencari jawaban lain yang benar. Dengan cara  ini,  siswa  terutama  siswa perempuan yang menjawab salah tidak merasa karena kesalahan yang dibuatnya. Dengan cara ini guru dapat menciptakan kebersamaan  kelompok  ketika separuh dari kelas memahami persoalan sedangkan sisanya belum. Mereka  yang benar-benar  mengerti,  terlihat  pada  wajah  mereka  kepuasan  memperoleh wawasan yang baru; tetapi juga mereka akan sungguh-sungguh mencoba membantu temannya yang mengalami kesulitan. Jika setiap siswa sudah  mengerti,  maka terciptalah suasana santai dan perasaan puas.
 c)    Memahami tentang matematika dan mampu mengkomunikasikannya
d)   Menjadi pemimpi-pemimpin kelompok yang baik

Kecemasan dan aktivitas mental yang tinggi
Alasan lain mengapa hubungan antar pribadi yang baik sangat diperlukan dalam pemahaman matematika, ketika kecemasan  diri meningkat  secara subyektif maka dapat menyebabkan kesulitan dalam pemahaman.  Ketika siswa diberikan  beberapa  penjelasan  secara terperinci, maka beberapa siswa ada yang akan mampu memahaminya, sebagian lagi tidakmampu memahaminya. Bagi mereka yang tidak memahaminya, hal ini dapat menimbulkan rasa cemas pada kegagalan. Kecemasan ini bisa berdampak positif dan negatif bagi siswa. Dampak positif bagi siswa adalah mereka akan berusaha belajar lebih giat lagi untuk dapat memahaminya. Tetapi  perasaan  terlalu  cemas bisa merugikan diri sendiri, misalkan dapat menimbulkan putus asa dalam usaha untuk dapat memahaminya. Makin tinggi kecemasan siswa maka akan lebih berusaha untuk memahaminya, namun bila  tidak  mampu  dapat menyebabkan lebih cemas lagi. Kecemasan dalam keadaan  tertentu dapat mengurangi   efisiensi berpikir matematika.
Terdapat beberapa pendapat yang menyatakan bahwa kecemasan dalam keadaan tertentu dapat mengurangi efisiensi berpikir matematika.
Sebuah prinsip yang dikenal sebagai hukum Yerkes-Dodson, yang berdasarkan bukti-bukti hasil percobaan yang sudah cukup umum diterima oleh psikolog. Hukum ini menyatakan bahwa tingkat optimal motivasi untuk suatu tugas, semakin memperkuat motivasi kinerja yang lebih baik. Tetapi untuk tugas yang lebih kompleks, ini hanya terjadi sampai titik tertentu. Mulai dari nol motivasi, yang diperkirakan menghasilkan kinerja nol, peningkatan motivasi meningkatkan kinerja. Tetapi di luar tingkat tertentu, motivasi yang lebih meningkat tidak menghasilkan perbaikan kinerja lebih lanjut, tetapi justru kemunduran. Dan pada tugas yang lebih kompleks lagi, semakin rendah tingkat motivasi yang memberikan kinerja terbaik.
Motivasi adalah hal yang cukup sulit untuk dinilai secara akurat, meskipun biasanya merupakan kinerja langsung. Hal ini karena motivasi bersifat internal bagi orang yang bersangkutan, dan tidak secara langsung diamati kinerjanya, di sisi lain, secara eksternal jelas dapat dinilai secara objektif. Untuk menilai motivasi berdasarkan percobaan, kita harus menyiapkan kondisi yang kita asumsikan yang akan memiliki efek motivasi tertentu pada subjek. Sebagai contoh, dalam salah satu percobaan, tikus dihadapkan dengan dua pintu yang berbeda, salah satu dari pintu itu terkunci, yang lain terbuka dan mengarah ke udara. Tingkat motivasi di sini bervariasi, dengan menjaga mereka tenggelam untuk 0, 2, 4 dan 8 detik sebelum mereka diizinkan untuk memulai. Hasilnya sesuai dengan Donson Yerkes-hukum.
Dapat dimengerti, ada sedikit bukti semacam ini mengenai subjek manusia. Tetapi pembaca dibiarkan membayangkan dirinya dalam suatu lapangan ketika ia menemukan bahwa banteng maju mengancamnya. Banteng yang sengit semakin mendekat, semakin baik kinerjanya, dia akan lari (tugas kompleksitas rendah), melompat ke parit, atau mendaki gerbang. tetapi anggaplah bahwa banteng menerobos pagar, dan pembaca mencari keselamatan di mobilnya: maka dalam tugas yang sedikit lebih kompleks untuk menemukan kunci yang tepat dan membuka kunci mobil, dia mungkin meraba-raba. Jika kunci tidak dalam saku yang biasanya, dia mungkin memakan waktu lebih lama untuk mengingat bahwa ia telah menyimpannya di tempat lain. Atau terka, dengan imajinasi, bahwa ia harus memecahkan masalah yang mudah untuk melarikan diri (seperti yang dilakukan tikus-tikus percobaan), pembaca mungkin akan menemukan bahwa ia membutuhkan waktu lebih lama untuk melakukan hal ini daripada dia berada di bawah kondisi yang lebih santai.
Kecemasan situasi mempengaruhi aktivitas mental yang lebih tinggi. Hal ini telah lama dikenal dalam militer.  Aksi–aksi    yang  harus dilakukan di bawah tekanan perang diajarkan sebagai kebiasaan yang dibentuk dengan keras, untuk ditampilkan secara otomatis, ketika harus  merencanakan strategi perang dan melaksanakan taktik. Banyak guru mengakui  bahwa  ujian merupakan situasi yang  menegangkan,  demikian  pula  melatih  siswa  dalam kegiatan rutin yang terorganisir.
Eksperimen yang dilakukan di atas didasarkan pada  hipotesis  bahwa  hal ini merupakan refleksi dari kecerdasan.  Satu  tugas  yang digunakan untuk menguji hipotesis ini  adalah tugas penyortiran  sederhana. Kartu-kartu yang disiapkan memiliki  satu, dua. tiga atau empat gambar yang sama pada masing-masing jenis. Gambar ini bisa berupa segiempat, lingkaran, palang, silang atau segitiga; dan  masing-masing  mungkin  berwarna  merah, hijau, kuning atau biru; gambar pada kartu yang sama warnanya  sama.  Empat kategori kartu disusu: satu segitiga merah,  dua  segiempat  hijau,  tiga palang silang kuning, empat lingkaran biru. Subyek diberi enam puluh kartu, kemudian disuruh untuk  menyortirnya berdasarkan kriteria dan kategori yang diinginkan. Sebagai contoh,sebuah kartu yang memiliki empat  palang  silang hijau akan  ditempatkan  pada  tumpukan  dua  dari  kiri  jika  kriterianya berdasar warna. Jika pemisahan menurut bentuk, kartu itu akan diletakkan di tumpukan tiga, jika menurut jumlah gambar, ditumpukan empat.
Jika kriteria yang sama digunakan seluruhnya, siswa  dapat  mengerjakan tugas itu dengan cepat dan efisien. Kemudian saat siswa  disuruh  menyortir kartu pertama menurut warna, kedua menurut bentuk, ketiga  menurut  ukuran, keempat menurut warna dan seterus nya. Ini bukan tugas rutin  lagi,  tetapi melibatkan aktivitas  reflektif,  meskipun  sederhana.  Siswa  harus  sadar kegunaan kategori sasi dan hal  ini  sebagai  sesuatu  yang  internal;  dan mereka harus mengalihkan  kategori  pada  masalah  berikutnya  secara  seri setelah masing-masing kartu dipilih. Kegiatan yang pertama di atas disebut receptor dan yang kedua berikut ini disebut effektor.
Siswa disuruh, seperti pada tugas pertama, untuk menyortir secepat  dan setepat mungkin. Tetapi  pada  kondisi  ini,  sejauh  peningkatan  latihan, mereka melakukan kesalahan terus menerus. Kadang-kadang  mereka  memisahkan seluruhnya. Dalam hal ini dapat dikatakan  bahwa  mereka  mendapat  sejenis rintangan mental, jika mereka tidak mengalami kemajuan sama  sekali  dengan tugas  itu.  Seorang  subyek,  yakni  seorang  mahasiswa  universitas  yang berintelegensi tinggi, melaporkan adanya adanya  gelombang  kepanikan  yang harus dilawan. Subyek-subyek itu menyadari bahwa mereka sedang diperhatikan dan bahwa kesalahan mereka akan dicatat. Hal ini cukup menyolok,  bagaimana pengubahan tugas rutin (setelah kegiatan refleksif dimulai,  untuk  memulai sortiran  berdasarkan  kategori)  ke   tugas   yang   melibatkan   refleksi berkelanjutan, yang dapat mencipta kan kondisi dimana subyek pada saat-saat tertentu mengalami kelumpuhan mental.
Seorang  guru  yang  baik  dapat  mengurangi  kecemasan  dan membentuk kepercaya an diri siswa melalui penyisipan  tugas  rutin.  Dengan mengajukan pertanyaan  yang  menurutnya  siswa  dapat  menjawab  maka  akan meningkatkan penampilan siswa,  mengurangi kecemasan dan membangun kepercayaan diri,. Dengan demikian hubungan antar pribadi, pengalaman pribadi  perlu  mendapat perhatian. Sebab dalam  belajar  matematika  sulit  untuk  melupakan pengalaman masa lampau. Walaupun siswa sudah dewasa belajar  hanya  melalui teks saja, tetap tidak dapat lepas dari pengaruh  historis  guru  terdahulu yang membentuk sikapnya percaya  diri  atau  kurang  percaya  diri. 
 
Penyebab Kecemasan.
Penyebab yang mungkin dari suatu kecemasan salah satunya adalah guru yang otoriter, penegakan disiplin yang sangat ketat, dan pembelajran yang mementingkan hafalan dan kurang memperhatikan pemahaman siswa.
Alasan bahwa pembelajaran yang didasarkan pada hafalan kurang efektif adalah:
1.        Bahwa semakin pelajaran matematika menjadi lebih kompleks, maka jumlah rutinitas  
       yang berbeda-beda untuk dihafalkan semakin membebani ingatan.
2.        Kebiasaan bekerja hanya untuk ruang lingkup masalah yang terbatas, dan tidak dapat
disesuaikan oleh pelajar untuk masalah-masalah lain, tampaknya berbeda, namun berdasarkan ide-ide matematika yang sama. Pembelajaran-skema lebih dapat menyesuaikan, dan mengurangi beban pada ingatan.
Usaha yang  mereka  tempuh  adalah  mencoba mengingat lebih  banyak  aturan   dan  metode.  Kenyataannya  mereka  perlu kembali lagi ke permulaan dan mulai lagi dari awal.   Kondisi ini dapat menimbulkan kecemasan sehingga untuk meningkatkan usahanya siswa pasti menggunakan satu-satunya pendekatann yang ia kenal yaitu mengingat. Proses ini tidak bertahan lama, sehinhgga kelanjutan program beikutnya akan berakhir dengan munculnya suatu kecemasan.
Siswa akan selalu mengatur apa yang mereka pelajari dalam beberapa cara, titik pentingnya adalah apakah organisasi ini memasukkan konsep-konsep matematika dasar dan struktur yang diperlukan untuk keberhasilan jangka panjang maupun jangka pendek. Jadi perbedaan antara peserta didik- hafalan dan peserta didik-skematis bukanlah membagi dalam dua bagian, melainkan sebuah kesatuan. Pemahaman ini tidak menyeluruh, dan kita semua memiliki lebih banyak untuk belajar, bahkan tentang topik dasar. Hal yang sebenarnya penting adalah apakah yang skema yang tersedia sedemikian rupa sehingga hal itu dapat tumbuh, dan tumbuh cukup cepat mengikuti materi yang baru yang harus dipelajari, atau tidak. Dalam kasus terakhir, sambil menerima bahwa mereka  tanpa struktur dan fleksibilitas, akan lebih mudah untuk menghubungi organisasi-organisasi mental, dengan nama lain: kebiasaan, atau rutinitas. Seperti telah ditekankan, kita perlu untuk mengurus secara rutin untuk memanipulasi soal yang diberikan dan membebaskan perhatian kita untuk berkonsentrasi pada aspek novel, adaptasi yang membutuhkan ide-ide kita. Ini adalah kebiasaan yang sangat berguna, dan keberhasilan awal yang mereka dapat bawa, yang dapat menyesatkan kita ke dalam ketergantungan pada kebiasaan-belajar sendiri.

Adaptasi Terhadap Kecemasan
Dua batasan penting yang harus dibuat untuk mengawali pembahasan  ini. Pertama, hukum Yerkes Dodson yang menunjukkan bahwa motivasi  secara  umum, mungkin meningkat disebabkan kecemasan. Kedua, tingkat motivasi untuk suatu tugas yang diberikan  tergan  tung  pada  individu  dan  jenis  tugas  yang diberikan. Kerumitan tugas bagi satu orang mungkin menjadi salah satu yang relatif mudah bagi orang lain
Kemampuan yang tinggi bagi  seorang  siswa  akan  memberi keuntungan pada dirinya pertama, ia merasa kurang cemas terhadap  masalah yang dihadapi karena ia  yakin  dapat  mengatasinya.  dan  kedua  ia  dapat menggunakan kecemasannya secara konstruktif untuk  mengatasi  masalah  itu.
Kecemasan tertentu dapat menjadi suatu stimulus  yang  berguna;  dan  salah satu kegunaan dari pendidikan adalah belajar untuk menggunakannya. Hal  ini disebut dengan "adaptasi terhadap kecemasan".
Salah satu cata adaptasi terhadap kecemasan ini adalah  penggunaan  teknik- teknik yang tepat untuk  menghasilkan  masalah  (soal-soal)  yang  menjadi sumber kecemasan. Faktor lain merupakan  faktor  pribadi  yang  tidak  akan dibahas dalam buku ini.

Motivasi Untuk Belajar
Salah satu langkah awal dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru adalah memberikan motivasi kepada siswa agar semangat dan sungguh mengikuti serta memahami materi yang akan dipelajari dalam kelas, termasuk juga bidang studi matematika. Motivasi juga termasuk faktor yang mempengaruhi pembelajaran dan pemahaman matematika. Kita sering mendapatkan pertanyaan dari siswa : Mengapa kita harus belajar matematika ? Pertanyaan ini merupakan langkah awal dari penyelidikan. Dari pertanyaan ini guru berusaha memberikan jawaban dengan alasan yang tepat agar meraka termotivasi. Karena tanpa motivasi tidak ada alasan untuk mengharapkan seseorang untuk melakukan upaya diperlukan.
“Termotivasi” adalah deskripsi prilaku yang diarahkan pada kepuasan pemenuhan beberapa kebutuhan. Beberapa kebutuhan seperti makanan, tidur, kehangatan merupakan kebutuhan bawaan sejak lahir, lain halnya kebutuhan seperti tembakau, sabun, televisi, hal yang perlu dipelajari dll. Dan kebutuhan yang satu merupakan penyebab kebutuhan yang lain. Dan matematika tampaknya cukup jelas menjadi kebutuhan yang perlu dipelajari. Dan matematika sangat berharga sebagai teknik untuk memenuhi kebutuhan lain, matematika sebagai alat yang penting dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan komersial, termasuk dalam bidang lain.
Motivasi ekstrinsik berdasarkan waktunya ada dua yaitu motivasi jangka panjang dan motivasi jangka pendek. Motivasi jangka panjang merupakan motivasi yang diberikan kepada seseorang untuk mempelajari matematika, karena matematika  sangat berharga sebagai alat penting dalam pengetahuan, teknologi, dan bidang yang lain. Tetapi motivasi ini terlalu jauh untuk dapat diterapkan pada tahun-tahun awal sekolah, ketika pertama kali mempelajari matematika. Sedangkan motivasi jangka pendek merupakan motivasi yang diberikan kepada seseorang atau siswa agar mempelajari matematika pada kegiatan pembelajaran di dalam kelas dengan baik dan sungguh-sungguh, motivasi inilah yang cenderung efektif digunakan seorang guru. Adapun motivasi jangka pendek yang biasa langsung digunakan adalah :
a.  Keinginan untuk menyenangkan guru
b.  Ketakutan yang tak menyenangkan
c.  Pemberian reward atau penghargaan
d.   Pemberian hukuman

Sedangkan motivasi terhadap matematika berdasarkan penyebab asalnya, motivasi ada dua yaitu motivasi Ekstrinsik dan motivasi Instrinsik.

Motivasi Ekstrinsik
Motivasi esktrinsik terhadap matematika merupakan motivasi yang asalnya bukan dari dalam diri sendiri tetapi dari orang lain misalnya guru atau orang tua, atau suatu hal yang membutuhkan untuk mempelajari matematika, misalnya agar nilainya bagus, lulus ujian, cita-citanya tercapai dan lain sebagainya. Motivasi ekstrinsik terhadap matematika yang paling penting adalah dari guru, karena guru adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan matematika, mereka yang membimbing dan menunjukkan pentingnya matematika baik untuk pengetahuan, teknologi maupun dalam permasalahan sehari-hari. Bahkan ada siswa yang senang dengan matematika karena dia senang dengan guru yang mengajar matematika sehingga dia mudah mempelajari matematika padahal sebelumnya dia tidak suka dengan yang namanya pelajaran matematika.

Motivasi Instrinsik
Motivasi instrinsik merupakan motivasi yang berasal dari diri sendiri yang berupa kesenangan dalam mempelajari matematika. Ada beberapa orang yang menjadikan matematika sebagai sesuatu yang menyenangkan dan aktif dalam matematika itu sendiri, tanpa mempedulikan tujuan atau manfaatnya. Mereka itulah para matematikawan murni. Dan  jika pandangan ini diterima, maka banyak siswa yang berumur 7, 10 dan  12  tahun dapat memberikan diskripsi sebanyak mungkin dari pada anak berusia 16  tahun dan siswa dewasa. Mengapa  orang  seharusnya  senang  belajar  matematika. Apakah karena matematika sendiri menarik  atau  karena  memenuhi  kebutuhan  tertentu.
Perhatikan seorang anak yang berjalan di atas tembok yang rendah tanpa bantuan orang tuanya, untuk melatih keseimbangan. Atau  perhatikan  seorang pendaki gunung yang penuh resiko dan bahaya. Ia melakukan  pendakian  meski sebenarnya  ia  dapat  menggunakan  kereta  gantung.  Aktivitas  ini  bukan merupakan kebutuhan pokok, tetapi dilakukan untuk tujuan lain dan mempunyai arti yang penting untuk mencapai tujuan akhir.
Kebutuhan umum mendasar yang lain adalah kebutuhan  untuk  "bertumbuh" atau  "berkembang".  Kata  "berkembang"  dimaksud  tidak   hanya   meliputi pertumbuhan  fisik  tetapi   juga   perkembangan   ketrampilan,   kekuatan, pengetahuan dan organisasi fisik yang lain, organisasi sensori  motor  atau organisasi mental yang lain.  Anak  kecil  belum  dapat  berjalan  di  atas tembok, memanjat pohon, melompat melalui  jendela  tetapi  semuanya  secara langsung menyiapkan kebutuhan pertumbuhannya untuk melatih paru-paru,  otot dan daya kontrolnya.
Perkembangan mental itu lebih penting untuk kelangsungan hidup daripada perkembangan fisik, dimana aktifitas memberikan kontribusi kepada pertumbuhan mental, oleh karena itu harus dinikmati oleh anak-anak sebanyak kegiatan fisik. Selain itu pertumbuhan mental dapat dilanjutkan lebih lama setelah pertumbuhan fisik terhenti, sehingga kesenangan bisa berasal dari berbagai cara melatih kecerdasan seseorang sejak kecil hingga tua. Dan matematika sebenarnya hanyalah sebuah bentuk khusus dari kegiatan intelegensi.
Kesenangan yang kita alamai dari kegiatan fisik maupun mental yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan adalah pengalaman instrinsik dalam kegiatan itu sendiri. Seorang anak tidak tahu bahwa suka memanjat bisa membuat dia kuat dan tangkas, tetapi ia bertambah kuat dan tangkas karena dia suka memanjat. Oleh karena itu membiarkan anak melakukan kesenangan mereka seperti memanjat pohon itu lebih baik dari pada menyuruh anak untuk melakukan latihan.
Untuk orang dewasa, situasi yang baik adalah memadukan motivasi jangka pendek dan jangka panjang. Yang jangka pendek dengan menjadikan kesenangan belajar dan mengerjakan matematika yang merupakan motivasi instrinsik. Sedangkan motivasi jangka panjang berupa tujuan pribadi, praktis dan akademik yang dapat dicapai dengan bantuan pengetahuan matematika. Tetapi yang terpenting adalah motivasi instrinsik, karena kita tidak tahu bahwa sesuatu yang kita pelajari berguna bagi kita. Tetapi langkah yang utama adalah belajar dan mengerjakan matematika dalam ilmu pengetahuan adalah untuk kepentingan disi sendiri.
Kita senang belajar matematika, maka  hal  itu  dapat  menjadi  faktor insentif yang sangat  kuat  untuk  belajar.  Pengetahuan  itu  apakah  akan berguna di kemudian hari, tidak dapat diramalkan pada waktu belajar. Ketika saya membeli obeng yang saya tahu dengan tepat,  pekerjaan  apa  yang  akan saya lakukan. Ketika belajar Kalkulus dan  Geometri  di  perguruan  tinggi, para matematikawan dari program penelitian angkasa milik Amerika tidak tahu bahwa mereka akan menggunakan pengetahuan  mereka  untuk  menggambar  orbit dari satu modul lunar.
Bagaimanapun efektifnya motivasi intrinsik untuk  belajar  matematika,tetap merupakan sesuatu yang kurang diperhatikan dan dihargai  guru.  Dalam berbagai kesempatan, guru menemukan bahwa siswanya dapat  menikmati  matematika ketika matematika diajarkan dan dipelajari. Guru  tersebut  melaporkan hal ini kepada saya dengan perasaan terkejut dan senang, tetapi  juga  agak kuatir, seolah-olah terjadi kesalahan pendekatan terhadap  matematika  yang diikuti anak. Hal ini mungkin disebabkan  guru  kurang  mengetahui  tentang adanya motivasi intrinsik yang mendorong anak menikmati belajar matematika.

Terjemahan dari buku The Psychology of Learning Mathematics
Karangan Richard R Skemp
 

Related Posts :